Nahkoda yang Kehilangan Haluan
NAHKODA YANG KEHILANGAN HALUAN
Oleh
Ustadz Imam Wahyudi Lc
Bagi seorang Muslim, masuk surga merupakan cita-cita tertinggi dan mulia sepanjang hidupnya. Namun ironisnya, terkadang perbuatannya berbicara lain. Perbuatan yang dia lakukan justeru bisa menggiringnya ke neraka Allâh Azza wa Jalla dan menghalanginya dari surga. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, kita perlu mempertajam perhatian kita dan meperdalam ilmu kita, agar kita bisa lebih waspada dan cermat dalam memilih perbuatan yang hendak kita lakukan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ
Tiga golongan manusia yang telah Allâh haramkan baginya surga (yaitu) : pecandu khamer, orang yang durhaka kepada orangtuanya dan ad-dayyûts (yakni) kepala rumah tangga yang menyetujui keburukan dalam keluarganya. [HR. Ahmad, dishahihkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ , no. 3052]
Dalam hadits yang mulia ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan dengan tegas bahwa Allâh Azza wa Jalla mengharamkan surga atas tiga golongan manusia ini. Diantaranya adalah ad-dayûts (yakni) kepala rumah tangga yang menyetujui atau membiarkan keburukan dalam keluarganya, khususnya keburukan yang mengarah kepada perzinaan. Misal pergaulan bebas, mengumbar aurat, ikhtilâth (campur baur) laki-laki dan perempuan yang bukan mahram atau yang semisalnya. Inilah inti pembahasan kita pada kesempatan yang berbahagia ini.
Dalam hadits yang lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ الْمُتَشَبِّهَةُ بِالرِّجَالِ وَالدَّيُّوثُ
Tiga golongan manusia yang Allâh Azza wa Jalla (tidak berkenan) melihat mereka, (yaitu) orang yang durhaka kepada orangtuanya, wanita yang bergaya seperti lelaki dan menyerupainya, serta ad-daiyûts. [HR. Ahmad, an-Nasâ’i dan al-Hâkim, serta dishahihkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’, no. 3071].
Dalam dua hadits yang mulia di atas, nampak jelas bahwa seorang kepala rumah tangga beresiko besar terhalang dari masuk surga-Nya bahkan disaat yang begitu mencekam, pada hari kiamat tidak dihiraukan Robb-nya. Hal ini berakar pada prinsip yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak itu, dilahirkan dalam keadaan fithrah, lalu kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]
Begitulah kedua orangtua, terutama kepala rumah tangga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian anak, baik dalam hal aqidah, ibadah maupun akhlaq. Dengan demikian, adalah sebuah kesalahan besar jika seorang kepala rumah tangga membiarkan istri dan anak perempuannya mengumbar aurat di jalan-jalan, membiarkan mereka jilbab, atau berjilbab tapi busananya sempit dan ketat membentuk lekukan tubuh sehingga memancing keinginan buruk kaum lelaki yang berpenyakit hatinya. Padahal Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا ….. وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Dua golongan manusia penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, (diantaranya) : …., dan kaum wanita berbusana, akan tetapi telanjang, berjalan dengan berlenggak lenggok sambil memiringkan pundaknya serta menambahkan sesuatu pada kepala mereka agar menarik perhatian, (manusia jenis ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga bisa tercium dari jarak sekian dan sekian. [HR. Ahmad dan Muslim]
Sekiranya ada kepala rumah tangga yang dimasukkan ke surga, akankah dia rela melihat istri tercinta, anak-anak tersayang menjadi penghuni neraka, terpisah darinya, bahkan bau surga pun tidak bisa mereka cium ??
Bagaimanakah tanggung jawab orang tua ? Akankah dia meraih keberuntungan ketika ia menyia-nyiakan ladang amal terdekatnya ? jawabannya tentu tidak.
Kalau membiarkan kemungkaran saja di hukumi daiyûts lalu bagaimana dengan kepala rumah tangga yang menganjurkan atau bahkan menyuruh keluarganya untuk berlaku maksiat. na’uudzubillah min dzalik.
Apakah mereka tidak pernah mendengar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Barangsiapa yang mengajak orang untuk mengikuti petunjuk Allâh Azza wa Jalla , maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala orang-orang tersebut sedikitpun. Dan Barangsiapa yang mengajak orang lain untuk mengikuti kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa orang-orang yang mengikutinya sedikitpun. [HR. Muslim dan Ahmad, serta dishahihkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’, no. 6234]
Setiap kebaikan yang kita ajarkan kepada orang lain, termasuk kepada anak kita, maka pahalanya akan berlipatganda sebanding dengan jumlah orang yang mengikuti ajaran kebaikan tersebut. Begitu juga dengan keburukan, setiap keburukan yang diajarkan seseorang, maka dosanya akan dilipatgandakan sebanding dengan jumlah orang yang mengikuti keburukan tersebut.
Manakah yang akan kita pilih untuk diri kita ? Bergegas mengajarkan kebaikan ? ataukah justeru tanpa sadar menyesatkan anak-anak kita yang merupakan asset tak ternilai harganya ? Dengan membiarkan mereka tanpa arah atau menyediakan televise sebagai guru mereka.
Hendaklah kita selalu mengingat sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila seorang anak Adam telah wafat maka terputuslah semua amal perbuatannya kecuali dari tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak sholeh yang mendoakannya. [HR. Muslim dan Abu Daud]
Tanpa pembinaan yang baik, maka seorang anak tidak akan menjadi sholeh. Orang tuanyalah yang berperan dan mereka pulalah yang akan memetik hasilnya. Alangkah ruginya ! Orang tua atau kepala rumah tangga yang menyia-nyiakan keturunannya tanpa arahan dan bimbingan. Sehingga mengakibatkan ia menyimpang jauh dari ajaran Islam, tidak mengenal cara berbakti kepada kedua orang tua. Kebiasaannya melakukan maksiat hanya akan menambah dosa, bahkan menjadi aib kedua orang tuanya, baik tatkala orang tua masih hidup maupun setelah meninggal dunia.
Semoga kita dijadikan orang tua yang gemar dan sabar membimbing anak-anak, terutama anak perempuan kita, sehingga kita bisa menikmati hasilnya di hari tua atau sepeninggal kita. Amin.
Wahai para orang tua, terutama kepala rumah tangga ! Diantara yang paling berpengaruh terhadap anak kita selain keluarganya adalah teman. Maka perhatikanlah anak-anak kita ! Dengan siapakah anak-anak kita bergaul ?
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabda :
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
Sungguh permisalan teman duduk yang baik dan yang buruk, adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun (jika berteman dengan-pen) penjual minyak wangi, maka mungkin kamu diberi minyak wangi, atau kamu membeli darinya, atau (minimal-pen) kamu mencium bau wanginya. Adapun (jika berteman dengan-pen.) tukang pandai besi, bisa jadi bajumu terbakar atau kamu mencium bau yang tidak sedap darinya. [HR. al-Baihaqi dan dishahihkan al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’, no. 2367]
Betapa banyak anak-anak yang terlahir di lingkungan keluarga baik-baik, terbiasa dengan berbagai perangai yang baik, terdidik untuk taat terhadap agama Islam dan menjunjung nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya, akan tetapi berubah seratus delapan puluh derajat, setelah mengenal dunia luar dan salah memilih teman. Maka pembinaan anak dimulai dari lingkungan keluarga dan terus kita pantau perkembangannya di lingkungan luar, supaya benar-benar bisa kita memanen hasilnya di hari tua dan berlanjut sampai setelah kita dipanggil oleh-Nya.
Wahai segenap orang tua, terutama kepala rumah tangga ! Janganlah pernah cuek dan diam terhadap kemungkaran dalam rumah kita. Jangan pernah berputus asa dalam memimpin anggota keluar, dan sekali lagi jangan lupa berdoa kebaikan untuk mereka, karena doa merupakan senjata ampuh seorang yang beriman.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 012/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2863-nahkoda-yang-kehilangan-haluan.html